Awarding Night FDBL 2023, Menparekraf Apresiasi Konsistensi Universitas Budi Luhur Gelar Festival Dokumenter

 

Rektor Universitas Budi Luhur Prof Agus Setyo Budi didampingi Dekan Komunikasi & Desain Kreatif Dr Rocky Prasetyo Jati

JAKARTA – Rangkaian Festival Dokumenter Budi Luhur (FDBL) 2023 memasuki babak akhir dengan digelarnya Awarding Night di Graha Mahardika Bijana, Kampus Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta pada Kamis (11/01/2024). Malam penghargaan yang dihadiri Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti Kasih Hanggoro, Rektor UBL Prof Agus Setyo Budi, para Deputi Rektor, Dekan dan mahasiswa tersebut tidak hanya menjadi ajang diumumkannya para juara, tetapi sekaligus juga pemutaran karya film-film documenter peserta yang lolos dalam babak final.

Dari 294 film documenter yang diterima oleh penyelenggara FDBL 2023, sebanyak 20 film diantaranya masuk babak final. Tim juri memilih 12 film terbaik sebagai juara pertama, kedua, dan ketiga untuk 4 kategori yakni film dokumenter kategori 60 detik, film dokumenter kategori pelajar, film dokumenter kategori mahasiswa dan film dokumenter kategori umum. Selain itu juri juga memilih pemenang untuk  kategori film terbaik UBL.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dalam sambutan yang disampaikan melalui video mengapresiasi kegiatan Festival Dokumenter Budi Luhur 2023. Ini adalah sebuah ajang kompetisi yang memberikan makna dan berdampak positif bagi lahirnya sineas-sineas muda dengan ide-idenya yang sangat kreatif.

"Saya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengucapkan selamat atas penyelenggaraan FDBL yang telah memasuki usia yang ke-10. Ini adalah momen yang harus dirayakan,” katanya.

Menurutnya film merupakan subsektor ekonomi kreatif yang memiliki kekuatan sebagai media yang mampu menginspirasi, menghibur, dan mempengaruhi penonton. Film juga bisa digunakan untuk memotret keindahan alam, budaya yang ada di latar ceritanya, dan secara tidak langsung bisa mentransformasikan sebuah daerah sebagai destinasi wisata.

“Karena itu saya mengajak para sineas muda Budi Luhur untuk terus berkarya, menampilkan kekayaan budaya yang ada di Indonesia,” tegas Sandiaga.

Apresiasi serupa juga disampaikan Rektor UBL Prof Agus Setyo Budi. Menurutnya menggelar sebuah kompetisi film dokumenter secara konsisten selama 10 tahun berturut-turut menjadi bukti daya juang yang luar biasa dari para dosen dan mahasiswa UBL. “Dapat secara kontinyu menggelar kompetisi selama 10 tahun, lalu menghasilkan karya film-film dokumenter yang sangat bagus, ini menurut saya adalah hal yang sangat luar biasa,” lanjut Rektor.

Karena itu ia yakin dan optimis bahwa ajang Festival Dokumenter Budi Luhur pada saatnya nanti akan mendapatkan apresiasi tidak hanya diitingkat nasional tetapi juga internasional. Terlebih saat ini beberapa karya film dokumenter hasil seleksi FDBL telah ditonton dan direview oleh mahasiswa-mahasiswa di Turki.

Menurut Rektor, FDBL tidak hanya sekadar ajang kompetisi film pendek, tetapi sekaligus juga merupakan ajang peningkatan prestasi akademik. Selain itu, juga menjadi kegiatan yang mensinergikan atau mengkolaborasikan karya antara mahasiswa dan dosen yang outputnya adalah pencapaian pembelajaran.

Ia berjanji akan terus mendorong kegiatan-kegiatan seperti ini. “Karena kegiatan seperti ini, secara tidak langsung kita berkontribusi pada upaya pelestarian budaya dan kearifan lokal yang ada di Indonesia,” ujar Rektor.

Ke depan, pihaknya berjanji akan terus memperbaiki penyelenggaraan FDBL dengan masukan-masukan dari para juri, juga melibatkan industri perfilman dan bekerjasama dengan kampus lain. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas dari film documenter yang dihasilkan UBL. “Goalnya bagaimana kita menghasilkan karya terbaik tanpa meninggalkan kebudiluhuran. Karena moto kita mencerdaskan bangsa dan berbudi luhur. Ini merupakan unikness yang kita miliki,” katanya.

Rektor berpesan kepada mahasiswa dan dosen Universitas Budi Luhur, untuk terus berkarya menghasilkan film-film documenter guna membantu melestarikan kearifan lokal dan budaya Indonesia. “Mari berkontribusi lebih aktif lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Komunikasi dan Desain Kreatif UBL Dr. Rocky Prasetyo Jati mengatakan festival dokumenter Budi Luhur merupakan perjalanan eksploitasi sudut keragaman budaya dan kearifan lokal Indonesia. Ajang ini mengajak semua kalangan usia untuk dapat meramu dan mengembangkan ide-ide cerita terkait budaya bangsa Indonesia yang disajikan dalam bentuk film pendek.

“Satu dekade FDBL merupakan momen spesial bagi kami. Kegiatan yang mendapatkan support penuh dari Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti dan juga pimpinan universitas ini menjadi sebuah proses yang tidak mudah namun kami bisa melakukannya dengan baik,” katanya.

FDBL awalnya hanya diikuti oleh 50 film. Namun pada tahun ke-10 tercatat ada 294 film yang masuk ke panitia penyelenggara. Ini mencerminkan makin banyak dan beragamnya ide serta pemikiran peserta terkait film dokumenter.

Tahun 2023, diakui Rocky, tercatat ada 20 karya mahasiswa UBL yang ambil bagian dalam Festival Dokumenter Budi Luhur. Mereka adalah mahasiswa yang tengah menempuh mata kuliah Produksi Documenter. “Runningnya 4 bulan dan dikerjakan secara berkelompok,” tandas Rocky.

Tetap konsisten dengan tema “Kearifan Lokal dan Kebudiluhuran” selama 10 tahun berturut-turut, FDBL 2023 kata Rocky, memperebutkan hadiah total uang tunai senilai Rp72 juta dan beasiswa dari UBL. Juga hadiah uang tunai Rp2 juta dari Kemendikbudristek melalui Ditjen Kebudayaan.

FDBL 2023 itu sendiri dimulai dari serangkaian kegiatan seperti roadshow ke beberapa daerah di Indonesia, melakukan sharing session dengan beberapa perguruan tinggi seperti ISI Bali dan ISI Padang Panjang, berpartisipasi dalam Kineidscope yang digelar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Juga mengikuti Masterclass bersama Ekspedisi Indonesia Baru (idbaru) Danddhy Laksono, pameran hingga penjurian final dan malam penghargaan.

FDBL 2023 mendapat dukungan penuh dari UBL, Fakultas Komunikasi & Desain Kreatif UBL, Pusat Studi Budaya Lhur Nusantara, Kemenparekraf, Kemendikbudristek, Cameo Project, Acnemed, OhMyGlam Beauty dan Hop Hop.

Inilah para juara FDBL 2023

Wiranegara, salah satu dari tim juri menyampaikan salut atas konsistensi UBL menyelenggarakan festival film dokumenter. Ia yang sudah terlibat penjurian sejak even FDBL tahun 2012 mengatakan bahwa membuat film dokumenter itu tidak mudah. Dibutuhkan riset, pengumpulan data, dan kemampuan untuk menyusun sebuah cerita yang menarik dalam bentuk film.

“Tidak mudah mendapatkan 12 karya terbaik untuk 4 kategori dan 4 film lainnnya untuk kategori film Budi Luhur yang memenangkan FDBL 2023 ini. karena semua karya yang masuk sangat bagus,” katanya.

FDBL 2023 diikuti 294 karya dengan rincian 52 karya kategori 60 detik, 48 karya kategori pelajar, 110 karya kategori mahasiswa dan 84 karya kategori umum. Para peserta berasal dari berbagai wilayah seperti jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Adapun 12 film documenter yang memenangkan kompetisi adalah sebagai berikut. Untuk kategori film dokumenter 60 detik FDBL, berturut-turut The Chosen Women karya Yurizal Novwarizal Huda- Jember, meraih juara 1, Melawan Emisi Dunia karya Abdurahman- Balikpapan meraih juara 2 dan Anim Ha (Manusia Sejati) karya Riandi Akbar-Bogor meraih juara 3.

Untuk kategori pelajar berturut-turut Mentari Sang Penakluk Gelombang karya Ahmad Wildan RA Pattilouw - Ambon meraih juara 1, Wani Ngembeg karya Erwin Ramadhan- Banjarnegara juara 2 dan Energi Alternatif karya Dina Afrianti- Kebumen juara 3. Kategori mahasiswa berturut-turut Under the Indhum Tree karya Raks Satria Anugrah-Yogyakarta juara 1, Bhinneka Tunggal Persija: Suara The Jack Mania karya Muhammad Abdan Syakuro- Jakarta juara 2 dan Garis Pelakon karya Muhammad Ramdan-Bandung juara 3.

Lalu untuk kategori umum, juara pertama diraih film Beyond The Barriee karya Luwia Fernando- Yogyakarta, juara 2 diraih film Spirit Pohgati karya Baarik Lana Fadil- Kediri dan juara 3 diraih film berjudul Tahuri: Bunyi Pertama yang Keluar dari Bumi karya Fredy Likumahua- Ambon.

Selain 12 pemenang untuk 4 kategori, FDBL juga memilih pemenang film dokumenter terbaik kategori Budi Luhur yang diraih film berjudul "Si Tren".

Juri juga memilih kategori 3 besar dari Universitas Budi Luhur, masing-masing film berjudul Anak Dari Hati, film Shirlen dan film Cing Cowong.(inung)

Diberdayakan oleh Blogger.