Buku Antologi Puisi “Aku Presiden" Untuk Indonesia Emas Tahun 2045

JAKARTA,- Rabu, 10 Januari 2024. Sejak sore, Octavianus Masheka sudah bersibuk-ria. Di kantin di selasar Gedung Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, ia menyiapkan roll kabel listrik, agar handphone-nya tidak kehabisan energi. 

Kopi dan kudapan pun sudah ia siagakan. Begitu juga dengan headset warna merah favoritnya.

“Forum diskusi webinar antologi puisi Aku Presiden malam ini, sangat penting. Dari forum ini, kita akan tahu, apakah tema Aku Presiden akan tetap dipertahankan atau dilonggarkan,” tutur Octavianus Masheka, Ketua Umum Komunitas Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI).

Rencana Komunitas TISI untuk menerbitkan antologi puisi "Aku Presiden" sejak awal memang sudah menimbulkan perdebatan.

Sebagian penyair menilai, tema itu terlalu berat untuk dieksplorasi. Sebagian lagi menganggap, itu adalah tantangan bagi penyair.

Octavianus Masheka memilih untuk membahasnya secara lebih detail, dalam forum diskusi secara webinar

“Ini kan kerja kreatif untuk publik. Komunitas TISI sebagai penyelenggara, memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang kompeten, dalam konteks tema yang dimaksud,” ujar Octa lebih lanjut.

Minimal 100 Penyair 

Sejak digulirkan pada Kamis, 16 November 2023 lalu, hingga Rabu, 10 Januari 2024 tersebut, baru sekitar 50 penyair yang mengirimkan karya ke panitia.

 Tiap penyair mengirimkan dua karya. Komunitas TISI berharap, minimal ada 100 penyair yang terlibat dalam antologi tersebut.

Kenapa minimal 100? “Karena, Komunitas TISI ingin antologi tersebut menjadi semacam kado dari para penyair untuk 100 tahun Indonesia, pada tahun 2045.

Rencananya, antologi puisi Aku Presiden ini akan diserahkan kepada Presiden Terpilih 2024, yang diharapkan menjadi inspirasi bagi Presiden Terpilih dalam mengelola negeri ini untuk menyambut Indonesia Emas tahun 2045,” demikian argumen Octavianus Masheka.

Bahkan, ia berharap, para penyair yang terlibat di antologi puisi tersebut, diundang oleh Presiden Terpilih 2024 ke Istana Negara, untuk mendengar secara langsung suara para penyair tentang negeri ini. 

Artinya, antologi puisi ini merupakan bagian dari kontribusi penyair untuk turut memajukan Indonesia yang sama-sama kita cintai.

Puisi itu menakjubkan. “Puisi yang bagus memang organisme yang bisa hidup lebih menakjubkan dari yang mungkin dibayangkan oleh penciptanya,” tulis Nirwan Ahmad Arsuka, dalam “Kado untuk Goenawan Mohamad” yang dilansir kumparan.com, pada Jumat, 31 Juli 2020 | 9:08 WIB. 

Nirwan Ahmad Arsuka adalah pendiri Pustaka Bergerak Indonesia, yang juga penulis esai dan aktivis literasi untuk meningkatkan literasi bangsa. 

Ia wafat pada Senin, 7 Agustus 2023 lalu, di usia 55 tahun. Komunitas TISI berharap, antologi puisi "Aku Presiden" tersebut, bisa menjadi inspirasi yang menakjubkan untuk Indonesia Emas tahun 2045.

Pada forum diskusi webinar Rabu, 10 Januari 2024 itu, Komunitas TISI dengan segala hormat mengundang serta menghadirkan tokoh-tokoh kompeten di bidang sastra. Mereka adalah: @Isbedy Styawan ZS, Eka Budianta, Syarifuddin Arifin, Remmy Novaris DM, Andi Mahrus (Kurator TISI), dan Hermawan An (Kurator TISI).

Yang menjadi pemandu diskusi adalah Octavianus Masheka, dengan Heru Marwata sebagai host dan Viefa selaku moderator.

Kesimpulan penting dari diskusi itu adalah tema antologi puisi tersebut, tetap Aku Presiden. Dengan kata lain, meski sebagian penyair menilai itu tema yang berat, tapi tentu tak ada salahnya mengeksplorasi hal yang berat … demi Indonesia Emas.

Selain mengundang serta menghadirkan tokoh-tokoh kompeten di bidang sastra, forum diskusi webinar Komunitas TISI itu, juga mengundang seniman multi talenta Jose Rizal Manua. 

Di kesempatan tersebut, ia membacakan puisi Kepada Jakarta karya Ibrahim Satah, yang bisa kita simak sama-sama di video terlampir.   

Salam dari saya Isson Khairul
Persatuan Penulis Indonesia.(*/Las)
Diberdayakan oleh Blogger.